Kisah KH. Ma'shum Mahfudhi dan Tamu Ndablek


Kisah KH. Ma'shum Mahfudhi dan Tamu Ndablek

Oleh: Rifki Yusak (Santri Fathul Huda)

"Bagi kami, Syaikh Ma'shum bukan hanya abah, beliau juga sebagai guru dan pembimbing. Beliau adalah sosok kiai yang sangat istiqamah dalam segala hal, terutama mendidik santri-santrinya dengan penuh sabar. Beliau juga istiqamah dalam riyadhah berpuasa. Kami sekeluarga menyasikkan sendiri bagaimana beliau setiap hari menjalani puasa sampai menjelang wafat"

                   KH. M. Zainal Arifin Ms.


Di daerah Kadipaten Demak yang menjadi saksi sejarah peradaban kesultanan Demak. Menghasilkan banyak sekali ulama-ulama yang amat luar biasa. Salah satunya ialah Kiai Ma’shum Mahfudhi, seorang kiai yang lahir di Demak, beliau adalah seorang Ulama yang berpengaruh dalam menyebarkan ajaran agama islam di wilayah Demak terlebih di dusun Karanggawang, Sidorejo Sayung Demak pada abad 20 an.

Kiai Ma’shum yang kerap dipanggil Mbah Ma’shum adalah seorang Kiai yang ahli riyadhoh. Hal ini dibuktikan dengan hampir keseluruhan hidup beliau menjalani lelaku riyadhoh. Hingga saat beliau wafatpun masih dalam keadaan puasa. 


Dalam ingatan masyarakat Karang Gawang Mbah Ma’shum terkenal ramah dan baik hati. Dakwah beliau menunjukkan islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin hingga membuat hati masyarakat luluh dan mau mengikuti ajaran dakwah beliau.

Setelah tumbuh dewasa dan sesudah melakukan perjalanan nyantrinya, Mbah Ma’shum menikah dengan Nyai Sayyidah. Seorang putri  dari Kiai Umar Undaan Kidul Demak. Pernikahan beliau dengan Nyai Hj. Sayyidah melahirkan  7 orang anak, yaitu:

1. KH. M. Zainal Arifin Ma’shum
2. Nyai Hj. Nur Izzah Ma’shum
3. Ainistiqamah Ma’shum (wafat saat kecil)
4. Nyai Hj. Nur Aliyah Ma’shum
5. KH. Luthfin Najib Noor Ma’shum
6. Gus Muhammad Badruddin Ma’shum
7. Gus Abdul Latif Ma’shum

Selanjutnya, Kiai Ma'shum dikenal masyarakat sebagai seorang ulama yang mempunyai Budi pekerti luhur. Kepribadian Luhur beliau sering menundukkan kepala ketika jalan, karena takut kepada Allah. Bilamana mempelajari sebuah ilmu beliau akan memahaminya dengan sedetail-tailnya. Jika pemahaman belum beliau dapat, maka beliau terus memahami pejaran tersebut hingga hafal. Jika beliau disapa masyarakat desa, maka beliau membalas dengan penuh keindahan dan keakraban.
Jika di beliau di dzolimi orang, maka beliau bersabar dan tidak membalasnya.
Sungguh mengagumkan Kiai Ma'shum.


Disamping dikenal sebagai seorang Kiai muda yang alim (kala itu) yang ahli riyadoh, Kiai Ma’shum juga dikenal sebagai seorang Kiai dermawan tur penyabar. Hal ini sebagai mana penututuran keluarga Ndalem dan para santri beliau. Salah satu bukti kedermawanan dan kesabaran beliau adalah membagi menu buka setiap hari kepada tamu yang datang. Hal ini sebagaimana riwayat yang di tuturkan Kiai Muhammad, seorang santri priode pertama Mbah Ma'shum. Hal ini terjadi sewaktu Mbah yai Ma'shum masih muda. Sebelum menikah dengan Nyai Sayyidah. 

Setiap menjelang maghrib Mbah yai Ma’shum selalu kedatangan tamu, namun tamu ini berlabel Ndablek. Pasalnya ia selalu bertamu (datang) saat waktu menjelang maghrib. Itu artinya saat dimana Mbah yai Ma’shum akan berbuka puasa. 
Padahal saat itu, untuk kebutuhan makan saja bagi Mbah Ma’shum adalah suatu hal yang sulit. 
Mula-mula tamu itu datang, dan setelah mengutaran hajatnya, tibalah adzan maghrib.


Maka Mbah Ma’shum pun berbuka puasa dengan membagi menu buka puasa dengan membagi separo makananan kepada tamu Ndablek tersebut. Hari selanjutnya tamu tersebut datang lagi di waktu yang sama dan Mbah yai Ma’shum pun membagi menu buka puasanya seperti biasa hingga hal itu terjadi berulang kali setiap akan menjelang maghrib.

Melihat ada tamu “Kok ngono Ndablekke tur Gaplek i” (istilah sekarang) salah satu santri yang memberanikan diri bertanya kepada Mbah yai Ma’shum. Namun, apa jawaban Mbah  yai Ma’shum, Beliau tidak mempermasalahkan hal itu. Justru beliau senang dengan hal itu beliau bisa berbagi dengan sesama. 
Sejurus kemudian Beliau menesahati santri tersebut supaya menjadi orang yang dermawan.

Orentasi memberi disini tidak melihat banyak sedikitnya makanan yang diberi, melainkan, ketulusan dan kondisi kemampuan yang dimiliki seseorang.

Contoh orang kaya yang mempunyai kekayaan100 juta, ia bersodaqah 100 ribu dengan orang miskin yang mempunyai uang 5 ribu, ia bersodaqah 5 ribu. 


Maka nilai pahalanya lebih banyak orang miskin yang bersodaqah 5 ribu tadi. Sebab ia menshodaqahkan 100% dari uang yang ia punya. Sedangkan orang yang kaya tadi yang bersadaqah 100 ribu itu hanya bersadaqah 1% dari harta yang dimilikinya.

Begitu juga Mbah yai Ma'shum saat itu. Beliau hanya mempunyai satu piring nasi terus beliau bagi dua. Yang kemudian di kasihkan kepada tamu Ndablek tersebut. Maka sama halnya Mbah yai Ma'shum memberi 50% dari apa yang beliau miliki. Sebab saat itu hanya makanan tersebut yang beliau miliki.🙏

Pemaparan di atas adalah secuil dari sebagian contoh kedermawanan beliau. Allah Yarham.


#Lebih jelasnya bisa baca buku Biografi Syaikh Ma'shum Mahfudhi karangan Ust. Amsar Roedi😉

No comments:

Post a Comment