Oleh : Rifki Yusak (Santri Fathul Huda)
Mbah Yai Ma’shum, demikian Masyarakat memanggil beliau. Ia merupakan Ulama’ besar, kekasih Allah swt, pendiri pondok pesantren Fathul Huda yang memiliki banyak karamah. Beliau adalah KH Ma’shum Mahfudhi bin KH. Ahmad Yasir bin Tobri bin Rofi’i bin Musthofa Singodrono. Banyak orang yang berguru kepada beliau, menimba ilmu kepada beliau dan gandrung terhadap beliau. Beliau lahir di dukuh karanggawang yakni dukuh kecil yang masih termasuk bagian dari Desa Sidorejo, karena itulah beliau dinisbatkan menjadi Al-Karawi.
Mbah Ma’shum sangatlah berjasa dalam mensyiarkan agama islam di daerah Demak dan sekitarnya terkhusus di dusun Karanggawang, Sidorejo, Sayung. Terbukti dengan Mbah Ma’shum mendirikan Pesantren Fathul Huda di dusun Karanggawang. Kini Pondok Pesantren Fathul Huda menjadi Pesantren tempat penggemblengan santri yang sudah banyak melahirkan para kiai yang tersebar ke pelosok Nusantara. Sepeninggal Mbah Ma’shum PonPes Fathul Huda menjadi salah satu Pondok tervaforit yang menjadi tempat rujukan dalam memondokan anak.
Pada kesempatan kali ini Penulis akan mengulas sejarah berdirinya Ponpes Fathul Huda, awal mula dan latar belakang berdirinya. Sumber data yang di dapat Penulis adalah Wawancara kepada santri priode awal Mbah Ma’shum.
Sebagaimana yang telah di ceritakan KH. Muhammad, Salah satu santri priode pertama beliau Mbah Ma’shum Mahfudzi bahwa sesudah pengembaraan mencari ilmu di Pondok Bendo Pare, Kediri, Jawa Timur Mbah Ma’shum Mahfudzi pulang ke kampung halamannya di dusun Karanggawang bersama seorang santri yang bernama Kholil, ia adalah santri yang berasal dari magelang. Pada waktu itu kang Kholil tinggal bersama Mbah Ma’shum Mahfudzi dan Nyai Aminah Selama kurang Lebih 1 bulan.
Pada masa itu Mbah Ma’shum Mahfudzi dan Nyai Aminah ibunda beliau masih tinggal di sebuah ruangan kecil yang berada di sebelah kidul masjid Al-Amin. Tujuan Kholil disitu penulis belum tahu betul, ada yang meriwayatkan bahwa Kholil berguru mengaji dan juga ada yang meriwayatkan hanya berkunjung karena teman dekat dari pesantren. Namun pendapat yang lebih kuat adalah Kholil disitu nyantri kepada Mbah Ma’shum.
Setelah Kholil berpamitan pulang beberapa hari kemudian datanglah enam santri yang berguru kepada Mbah Ma’shum Mahfudzi. Enam santri tersebut berasal dari Ngawi jawa timur yang dsebelumnya nyantri di Brangkas, Dempet. Salah satu santri itu bernama Sulaiman, Santri Sulaiman ini yang nantinya menjadi ulama besar di ngawi yang mendirikan pondok pesantren Al Amnaniyah. Lima diantara santri ngawi tersebut masih kerabat KH. Sulaiman. diantaranya bernama Shodiq dan Muallip (Beliau mendirikan ponpes Darus Sholawat di Ngawi). Setelah diterima menjadi santri datanglah satu santri yang bernama Muhammad dari Mororejo.
Baca Juga : 3 Wasiat Habib Umar bin Hafidz Tarim
Awal Mula Pendirian Pondok Pesantren
Pada Suatu ketika dipanggilah Santri Muhammad dan Sulaiman oleh Mbah Ma’shum Mahfudzi,
‘’ Muhammad ‘’ panggil Mbah Ma’shum
‘’ Dalem, Yai’’ Jawab Muhammad.
‘’ Sulaiman ‘’ Panggil Kiai
‘’ Dalem ‘’ Jawab Sulaiman.
‘’ Kuwe jaluk o pring neng pak H. Dur Rohim Wonodadi ‘’
Karena sangking ta’dzimnya kepada kiai, Muhammad dan Sulaiman bergegas pergi meminta bambo [preng] ke pak H. Dur Rohim. Sesampainya disana, Keduanya menyampaikan apa yang telah diperintahkan kepada kiainya kepada Pak H. Dur Rohim untuk meminta preng. Waktu itu Pak Dur Rohim bertanya kepada Muhammad,
‘’ Jaluk Preng gawe opo ’’ tutur beliau.
Dengan nada yang lugu Muhammad Menjawab,
‘’ Kekirangan Pak H. Dur Rohim, Kulo cuming diken mriki yai Ma’shum ken nyuwun preng’’
‘’ Oh, yowes. engko nak ketokke, sisok dijikok’’
Benar, keesokan harinya Muhammad dan Sulaiman mengambil preng lalu mereka angkat bersama santri lainnya menuju masjid Al-Amin Karanggawang. Sesampainya disana Mbah Ma’shum Mahfudzi memerintahkan Muhammad dan sulaiman untuk mengajak santri lainnya agar memotong-motong bambo yang mereka bawa untuk membuat usuk-usuk dan blandar disebelah lor Masjid Al-Amin. Tempat itulah yang nantinya menjadi kamar/gotak pertama kali dibangun untuk tempat berteduh santri. Para santripun bergegas menjalankan perintah kiainya. Setelah selesai terbentuk menjadi sebuah kamar kecil sederhana yang terbuat dari preng. Mbah Ma’shum Mahfudzi memerintahkan Santrinya yang bernama Muhammad dan Sulaiman agar meminta welet kepada Masyarakat sekitar yang mana welet tersebut nantinya dibuat atap. Memang kala itu kondisi masyarakat Karanggawang banyak yang membuat welet dikarenakan hal itu termasuk salah satu mata pencaharian masyarakat kala itu.
Baca Juga : Tebakan Mbah Ma'shum kepada Ki Joko Goro-Goro
Berita tentang Kiai muda Mbah Ma’shum Mahfudzi sudah tercium dikalangan masyarakat sekitar dusun Karang Gawang dan sekitarnya. Setelah ada tujuh santri yang menimba ilmu agama kepada beliau, datanglah beberapa santri dari dusun Baru dan Surodadi. Santri itu berjumlah lima diantaranya bernama; Mawardi, Suwardi, Madun, Basri dan Sumono.
Karena bertambahnya santri beliau Mbah Ma’shum Mahfudzi memerintahkan santrinya bernama Muhammad untuk menyekat bagian kamar itu, sehingga menjadi dua kamar. Yang mana Kamar satu dihuni Muhammad, Sulaiman dan kawan-kawannya dari Ngawi, yang satunya lagi dihuni santri yang baru datang. Pada saat itu Mbah Ma’shum Mahfudzi masih bujang alias belum beristri.
Perpindahan Lokasi pesantren
Seiring perjalanan waktu dan Mbah Ma’shum Mahfudzi di banjiri santri. Hingga suatu ketika Muhammad dan Sulaiman diperintahkan untuk meminta kayu Glugu kepada pak H. Dur Rohim. Tak pikir panjang keduanya bergegas langkahkan kaki ke dusun Wonodadi. Sesampainya disana keduanya mengutarakan apa yang telah diperintahkan Mbah Ma’shum Mahfudzi untuk meminta kayu Glugu, mendengar hal itu semua Pak H. Dur Rohim bertanya,
‘’ Jalok Glugu gawe opo ?, opo ameh gawe Pondok? ‘’
‘’ Mboten ngertos, pak. Kulo cumeng diken yai Ma’shum nyuwun Glugu ten gene jenengan.’’
‘’ Oh, yowes, engko nak grajikke yo ‘’ ujar Pak H. Dur Rohim.
Perlu diketahui pak H. Dur Rohim adalah salah satu orang kaya dimasa itu, orangnya sangat lumo, dermawan. Masyarakat sekitar mengenalnya dengan baik. Pak H. Dur Rohim sangatlah berjasa bagi Mbahh Ma’shum Mahfudzi. pasalnya semasa mondoknya Mbah Ma’shum Mahfudzi, beliaulah yang membiayai bersama Pak Tholib ayahanda Kiai Muhammad Mororejo.
Sesudah mendapatkan Glugu yang dibawa Muhammad dan Sulaiman, barulah Mbah Ma’shum Mahfudzi memanggil para santri untuk membuat pondok di sebelah timur Masjid kurang lebih 50 meter dari Masjid Al-Amin. Pada waktu itu pembangunannya di bantu dengan bantuan 2 tukang dari Karanggawang sendiri. Salah satu Tukang yang di utus bernama Pak Samat. Akan tetapi saat itu Mbah Ma’shum Mahfudzi masih berada disebelah Kidul pengimaman Masjid dan Gotak yang berada di sebelah Lor Masjid masih digunakan. Sesudah terbangun pondok disebelah timur masjid barulah Mbah Ma’shum Mahfudzi dan ibundanya Nyai Aminah pindah di pondok, beliau membangun rumah disitu. Lebih tepatnya dirumah dalem sekarang yang ditempati Mbah Nyai Sayyidah . Akan tetapi bangunannya tidak seperti sekarang melain dulu masih berupa kayu jati.
Baca Juga : Kisah Mbah Ma'shum dan Tamu Ndablek
Sebagaimana yang telah di ceritakan oleh KH. Hasbullah, pada tahun 1959 M. jumlah santri disitu kira-kira 100an. Dan pengajar santri hanya 2 orang yaitu Mbah Ma’shum Mahfudzi dan K. Sholihul Hadi , dalam pelajar Alfiyah diampu oleh Syaikh Ma’shum Mahfudzi sendiri sedang pelajaran Imriti diampu oleh K. Sholihul Hadi. Pada masa itu dusun Karang Gawang masih banyak tanaman kelapa dan masih banyak semak belukar serta disebelah pondok juga terdapat Blumbang.
Dalam bukunya ‘’Riwayat hidup dan perjuangan KH. Ma’shum Mahfudzi’’ Abah KH. Ahmad Muhyyidin menuturkan;
‘’ Pendirian Pondok Pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Fathul Huda, hal ini terjadi pada tahun 1957 M. Pondok tersebut terdiri dari Masjid dan serambi depan dibuat kamar-kamar. Pondok tersebut tidak bisa kita saksikan lagi, pondok yang sekarang merupakan bangunan baru seagai pengembangan. Disamping membangun pondok pesantren KH. Ma’shum Mahfudzi juga membangun Madrasah diniyyah, tentu saja tidak seperti yang pembaca saksikan sekarang ini. Madrasah Diniyyah yang beliau bangun pertama kali sangatlah sederhana, dimana bahan bangunan madrasah tersebut terbuat dari kayu.’’
Wallahua’lam...
Baca Juga : Cara Dapat Uang dari Facebook
TENTANG PENULIS
Rifki Yusak, lahir di Demak, 05 September 1999 dari pasangan Bapak Ihsan dan Ibu Urjunatun Nidhom. Beralamat Karang Gawang RT/RW 05/01 Sidorejo, Sayung Demak. Ia belajar mengaji al-Qur’an pertama kali kepada KH. Fakhruddin sembari Sekolah di Madrasah Ibtidaiyyah Fathul Huda serta belajar di Taman Pendidikan al-Qur’an Fathul Huda, selanjutnya pada tahun 2011 ia melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Fathul Huda kemudian pada 2014 melanjutkan ke Madrasah Aliyah Fathul Huda sembari Belajar di Madrasah Diniyah Fathul Huda dan Mondok di Pesantren Fathul Huda.
Rifki Yusak pernah menghiasi media dengan karyanya, di antaranya Website Pac ipnu ippnu Sayung, Media sastra, Ulama Nusantara Center, Majalah Tuhfah el-Mafah, Bulettin Atthulab. Ia juga pernah menjadi konstributor sebuah buku seperti halnya, “ Biografi Syekh Ma’shum Mahfudhi Ahli Riyadhah dari Karang Gawang (Fatawa Publishing: 2020)’’, “Indahnya Cinta” (Anara Publshing Hause:2020)
Selain itu, ia juga sudah melahirkan karya solonya, di antaranya “ Dalam Dekap Cinta (2019)”, “Para Penikmat Sholawat (2019)”, “Mbah Abdullah Mudzakkir : Bunga Teratai Lautan (2020)” Disamping kesibukannya nyantri di Ponpes Fathul Huda ia juga pernah ikut organisasi, Pramuka, Osis, Paskibra, IPNU, Itfada, dll. Penulis bisa dihubungi WA 089618253991
No comments:
Post a Comment