Oleh : Siti Arofah
Aku mendengar deru ombak yang tenang menggetarkan cakrawala, meski luka yang kemarin belum bisa aku benahi, pengingat
jangka panjang retorika kenangan belaka.
Daun yang gugur adalah singgasana cinta
ia jatuh tepat ke permukaan asmara laki"
Tapi rasa memiliki itu akan selalu jelas ada.
Dan kenapa aku harus menangis karenanya
Manis di ingatan, karam jika harus di lupakan
Hancur tak seberapa, tapi patahnya luar biasa
Lalu asa menggebu sebagai bentuk yang layu.
Aku memaksakan diri sendiri untuk menjauh
Gelap, kosong, aku tidak tahu lagi jalan pulang
Mengapa semua yang datang hanya sebagai renungan mendalam, lalu pergi di kesunyian malam.
Aku mulai membenci ucapan salam kenal
kata manis di awal hanya sebagai kiasan
Lukisan kebodohan yang di agungkan.
Kau selalu saja bisa membungkam diriku
dengan perkataan yang begitu mendayu
Berkembang seperti teratai di tengah perairan,dan aku terperosok.
Jatuh ke dalam lubang yang paling dalam
Tidak ada cahaya di sana, hanya ada pantulan kesepian, dan arus membawa aku pergi ke tempat yang jauh, tak pernah kujelajahi.
Perlahan aku muncul kembali, dengan segala
upaya, dan yang nampak ada ternyata tidak nyata, bahkan awan menatapku dengan cemas, waktu yang tepat untuk ikhlas.
Aku memutuskan untuk lekas segera pergi
Membuka lembaran baru, menjalani hari
lantas mengapa dengan uraian hati ini
Tapi biarlah, anggap itu hanya mimpi.
Melepas memang bukan sesuatu yang baik, tapi akan lebih baik membiarkan kesakitan itu pergi, dari pada kau menanamkannya berulangkali, hatiku berkolaborasi.
No comments:
Post a Comment