Serambi Rindu Puisi Santri Fathul Huda Jambi


Rindu untuk Gaza

Kami selalu iri melihat orang tertawa bahagia di sebrang sana
Sedangkan kami...lari pontang panting melarikan diri
Dari peluru para tentara

Kami rindu rasanya bahagia
Kami rindu rasanya berkumpul tertawa dan bercanda
Dimana hidup tanpa perang dan senjata

Kami ingin kembali hidup tenang seperti kalian
Kami rindu...
Dimana keadilan ?
Dimana kemerdekaan ?
Dimana kalian ?

Kami hidup tanpa ketenangan, Tuhan
Semoga rindu ini tersampaikan
Sampai disini kawan

Ada Negara yang harus diperjuangkan
Dorr ! Dorr!

(Oleh : Maulida Nur Hidayah, Rindu untuk Gaza)


***

Aku Melihat Lembaran Debu

Aku melihat lembaran debu melayang di udara tanpa arah...
Bersama angin yang selalu mengiringi alam
Merapalkan doa perdamaian
Bersama cinta, rindu, perpisahan dan kenangan

Berikan aku cara
Agar aku bisa menyanyi
Agar aku bisa berkata
Namun lidahku kelu

Berikan aku cara
Agar aku bisa melantunkan isi hati
Tanpa harus menyaki banyak hati

Mengapa rasa itu ada
Dan berada diantara aku, kamu dan sahabatku
Haruskah aku memilih ?
Biarlah waktu yang akan menjawabnya

Aku harap kau mengerti akan keadaan hatiku
Ku yakin pada Tuhan
Akan indah pada waktunya

(Jauza Syarifah az-Zahra, Aku Melihat Lembaran)

***

Menahan Rindu

Dalam diamku...
Aku masih mengingat wajahmu
Sungguh aku merindukanmu
Mengingatmu penuh rasa pilu
Caramu menyangiku
Tinggal memori yang mulai tabu

Bunda tercintaku...
Engkau meninggalkan ku di tempat itu
Berdiri tegak tanpa hadirmu
Aku kembali menemuimu
Untuk mewujudkan harapan mu

(Oleh: Az-zahra Nur Anggraini, Menahan Rindu, Demi Harapanmu)

***

Kerinduan

Ibu...
Aku bisa melihat dunia
Walaupun hanya melalui matamu
Betapa indah ibu....

Ibu...
Rasanya aku ingin menemani mu
Ibu...

Oh..
Ibu...
Aku sangat merindukanmu

Ibu ..
Ibu...Aku ingin melihat senyum mu, belaianmu
Dan menemani mu saat dirimu sendirian

Ibu ..
Aku ingin cepat keluar dari dunia ini
Dunia dimana aku berasal

(Nisaul Muthoharah, Kerinduan)

***

Kehidupan

Terus ku tatap...
Jalan yang penuh dengan hambatan
Ku terus mencoba untuk berjalan

Namun, di tengah perjalanan terdapat sebuah duri
Aku merasakan sakit, perih
Aku terus berjalan dengan kaki yang pincang dipenuhi darah

Ku tetap berjalan
Ku tatap langit yang mulai mendung
Matahari terbenam
Angin malam mulai terasa dan air mulai turun

Aku mulai lelah dan terjatuh
Mataku terasa berat
Semakin lama pandanganku
Menjadi gelap gulita

(Nisaul Muthoharah, Kehidupan)

***

Pergi

Dimalam yang dingin dan sunyi
Hanya hujan yang turun mengiringi dinginnya 
Angin sampai menusuk kulit yang tipis ini, aku termenung

Kutatap jendela...
 Seraya mengingat hal yang membuat ku sesak selama ini, banyak hal yang menyulitkan ku untuk melangkah, sedikit  
Sakit atas goresan luka yang tak terlihat

Ku coba untuk tak menangis...
Dan berusaha kuat menjalani hidup tanpanya
Yang masih teringat, bayangan memori yang sempat membuatku frustasi, ku berusaha tersenyum menandakan bahasa aku tidak apa-apa.

Namun...
Aku berjanji di atas pedihku ini
Bahwa aku akan selalu mendo'akannya demi kebaikan yang Allah minta.

Teruntukmu... 
Sebelumnya aku minta maaf
Karena kebodohan ku dalam hal mencintai mu, aku hanya ingin semuanya seperti semula.

Seperti halnya matahari dan bulan
Berputar sesuai rotasinya, dan memberikan sinar terbaiknya 
Dan bulan memberikan senyuman dan keindahannya saat malam hari.

(Oleh: Nahiyah kharismatuz, Rindu)


Ket: Hasil Pelatihan Menulis Dalam Pelatihan Santri Menulis di Pesantren Fathul Huda Jambi

No comments:

Post a Comment